Jangan Meninggalkan Amal

image

Jangan meninggalkan amal krn takut tdk ikhlas. Beramal sambil meluruskan niat lebih baik dari tdk beramal sama sekali

Jangan meninggalkan zikir krn ketidak hadiran hati. Kelalaian kita dari zikir lebih buruk daripada kelalaian kita saat berzikir

Jangan meninggalkan tilawah karna tak tau maknanya. Ketidaktauan makna dalam tilawahmasih lebih baik daripada ketidak mauan membaca firman-Nya

Jangan meninggalkan dakwah karna kecewa. Kesabaran kita bersama orang2 shalih lebih baik daripada kesenangan kita bersama orang2 yg tidak shalih

Jangan meninggalkan amanah karna berat. Beratnya amanah yg kita emban insyaAllah sebanding dengan beratnya timbangan amal yg akan kita dapatkan

Jangan meninggalkan medan juang karna terluka. Kematian di medan juang lebih baik baik daripada hidup dalam keterlenaan

Jangan meninggalkan kesantunan karna lingkungan kasar. Santun kita saat dikasari hanya akan menambah kemuliaan dan mengundang simpati-Nya

Allahumma mushorrifal quluub shorif quluubana ‘ala tho’atik
Yaa muqollibal quluub tsabbit quluubanaa ‘alaa diinik

Ya Allah yg memalingkan hati manusia, palingkanlah hati kami di atas ketaatan pd-Mu
Wahai yg membolak balikkan hati, teguhkanlah hati kami di atas agama-Mu

~ Renungan Tarbiyah Dzatiyah

Kategori
Taushiah

Dzikir-dzikir pilihan di hari raya Idul Adha dan Tasyriq

Hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq adalah hari-hari yang sangat mulia di dalam Islam. Ia adalah syiar Islam yang dirayakan dengan ibadah haji dan penyembelihan hewan kurban. Ia adalah waktu kaum muslimin mengungkapkan kegembiraan dan rasa syukur mereka kepada Allah Ta’ala.

Sesungguhnya pada hari-hari “biasa” umat Islam telah mendapat perintah untuk memperbanyak dzikir, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42)

“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (sebutlah nama Allah) dengan dzikir yang banyak dan sucikanlah Allah di waktu pagi dan petang!” (QS. Al-Ahzab [33]: 41-42)

Adapun di hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyriq, perintah untuk memperbanyak dzikir tersebut lebih kuat lagi berdasar ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits yang secara khusus umat Islam menganjurkan hal itu. Allah Ta’ala berfirman:

(لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأَنْعَامِ)

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS. Al-Hajj [22]: 28)

Hari-hari yang telah ditentukan menurut penafsiran Ibnu Abbas, Asy-Syafi’i dan mayoritas ulama adalah hari raya penyembelihan (Idul Adha) dan tiga hari setelahnya.

Allah Ta’ala juga berfirman:

(وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكاً لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ)

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (hewan kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka.” (QS. Al-Hajj [22]: 34)

Perintah memperbanyak dzikir dalam kedua ayat tersebut dikuatkan oleh hadits shahih:

عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلَّهِ»

Dari Nubaisyah al-Hudzali radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Hari-hari tasyriq adalah waktu untuk makan, minum dan mengingat Allah (berdzikir).” (HR. Muslim no. 1141 dan Ahmad no. 20722)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ طُعْمٍ، وَذِكْرِ اللهِ “

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Hari-hari tasyriq adalah waktu untuk makan dan mengingat Allah (berdzikir).” (HR. Ahmad no. 7134, Abu Ya’la no. 6023, dan Ibnu Hibban no. 3602. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Hadits shahih lighairih)

Berikut ini dzikir-dzikir utama yang layak untuk diamalkan oleh kaum muslimin selama empat hari penyembelihan hewan kurban.

1. Memperbanyak bacaan Al-Qur’an

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

«مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ»

“Barangsiapa membaca satu huruf dalam Al-Qur’an, niscaya baginya satu pahala kebajikan dan setiap pahala kebajikan dilipat gandakan sepuluh kali. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf. Akan tetapi aku mengatakan aliif adalah satu huruf, laam adalah satu huruf dan miim adalah satu huruf.” (HR. Tirmidzi no. 2910)

2. Memperbanyak tasbih, tahmid, takbir dan tahlil

Dari Samurah bin Jundab radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Perkataan yang paling dicintai oleh Allah ada empat:

سُبْحانَ اللَّهِ، والحمد لله، ولا إله إلا الله، وَاللَّهُ أَكْبَرُ،

“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Ilah Yang berhak disembah selain Allah dan Allah Maha Besar”

Tidak mengapa dengan kalimat mana engkau memulai pembacaannya.” (HR. Muslim no. 2137)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Aku mengucapkan:

سُبْحانَ اللَّهِ، والحمد لله، ولا إله إلا الله، وَاللَّهُ أَكْبَرُ،

“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Ilah Yang berhak disembah selain Allah dan Allah Maha Besar”

adalah lebih aku sukai daripada apa yang disinari oleh terbitnya matahari (dunia dan seisinya).” (HR. Muslim no. 2695)

3. Memperbanyak tahmid

Dari Abu Malik al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيمَانِ، والحَمْدُ لِلِّهِ تَمْلأُ المِيزَانَ، وَسُبْحانَ اللَّه والحَمْدُ لِلِّهِ تَمْلآنِ، أَوْ تَمْلأُ مَا بَيْنَ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ

“Bersuci adalah setengah dari iman [yaitu shalat], ucapan al-hamdu lillah itu memenuhi timbangan amal dan ucapan subhanallah wal hamdu lillah itu memenuhi ruang yang ada di antara langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 223)

4. Memperbanyak takbir

Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahih Al-Bukhari:

وَكَانَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، «يُكَبِّرُ فِي قُبَّتِهِ بِمِنًى فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ المَسْجِدِ، فَيُكَبِّرُونَ وَيُكَبِّرُ أَهْلُ الأَسْوَاقِ حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيرًا»

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ «يُكَبِّرُ بِمِنًى تِلْكَ الأَيَّامَ، وَخَلْفَ الصَّلَوَاتِ وَعَلَى فِرَاشِهِ وَفِي فُسْطَاطِهِ وَمَجْلِسِهِ، وَمَمْشَاهُ تِلْكَ الأَيَّامَ جَمِيعًا»

وَكَانَتْ مَيْمُونَةُ: «تُكَبِّرُ يَوْمَ النَّحْرِ» وَكُنَّ «النِّسَاءُ يُكَبِّرْنَ خَلْفَ أَبَانَ بْنِ عُثْمَانَ، وَعُمَرَ بْنِ عَبْدِ العَزِيزِ لَيَالِيَ التَّشْرِيقِ مَعَ الرِّجَالِ فِي المَسْجِدِ»

“Adalah Umar radhiyallahu ‘anhu mengumandangkan takbir di dalam kemahnya di Mina, sehingga orang-orang di dalam masjid mendengarnya, maka mereka pun ikut mengumandangkan takbir dan orang-orang di pasar ikut mengumandangkan takbir, sampai wilayah Mina bergemuruh oleh suara takbir.”

“Adalah Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma pada hari-hari tersebut mengumandangkan takbir di Mina. Ia juga mengumandangkan takbir seusai shalat, saat berbaring di atas kasurnya, di dalam tendanya, saat duduk dan saat berjalan pada seluruh hari tersebut.”

“Adalah Maimunah radhiyallahu ‘anha mengumandangkan takbir pada hari raya penyembelihan kurban.”

“Adalah kaum wanita ikut mengumandangkan takbir  di belakang Abban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz pada malam-malam tasyriq bersama kaum laki-laki di dalam masjid.”  (HR. Bukhari: Kitab al-Iedain, bab fadhl amal ayyam at-tasyriq)

5. Memperbanyak tasbih

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Ada dua kata yang ringan diucapkan oleh lisan, namun berat di dalam timbangan amal, dan dicintai oleh Allah, yaitu:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ العَظيمِ

“Maha Suci Allah dan pujian bagi-Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Agung.” (HR. Bukhari no. 6406 dan Muslim no. 2694)

Dari Abu Dzar al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda kepadaku: “Maukah engkau apabila aku beritahukan kepadamu perkataan yang paling dicintai oleh Allah? Perkataan yang paling dicintai oleh Allah adalah:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ

“Maha Suci Allah dan pujian bagi-Nya.” (HR. Muslim no. 2731)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa membaca:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ

“Maha Suci Allah dan pujian bagi-Nya.”

dalam sehari sebanyak 100 kali, niscaya kesalahan-kesalahannya akan dihapuskan meskipun sebanyak buih di lautan.” (HR. Bukhari no. 6403 dan Muslim no. 2691)

6. Memperbanyak tahlil

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Dzikir yang paling utama adalah:

لا إلهَ إلاّ اللَّهُ

“Tiada Ilah Yang berhak disembah selain Allah.” (HR. Tirmidzi no. 3383 dan Ibnu Majah no. 3800)

Dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa membaca dzikir berikut ini sepuluh kali:

لا إله إلا الله وحده لا شَريكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ على كُلّ شئ قَدِيرٌ

“Tiada Ilah Yang berhak disembah selain Allah. Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya seluruh kerajaan dan bagi-Nya seluruh pujian dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu”

Niscaya ia seperti orang yang memerdekakan empat orang budak dari kalangan anak nabi Ismail. (HR. Bukhari no. 6404 dan Muslim no. 2693)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa membaca dzikir berikut ini:

لا إله إلا الله وحده لا شَريكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ على كُلّ شئ قَدِيرٌ

“Tiada Ilah Yang berhak disembah selain Allah. Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya seluruh kerajaan dan bagi-Nya seluruh pujian dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu”

dalam sehari sebanyak 100 kali, niscaya ia seperti orang yang memerdekakan sepuluh orang budak, dicatat untuknya 100 kebaikan, dihapus atasnya 100 kesalahan, ia akan mendapatkan perlindungan dari setan seluruh hari tersebut sampai malam dan tidak ada seorang pun yang melakukan amalan yang lebih utama dari dirinya kecuali orang yang beramal [dengan amalan yang sama] yang lebih banyak darinya.” (HR. Bukhari no. 6403 dan Muslim no. 2691)

7. Memperbanyak hauqalah

Dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Maukah aku tunjukkan kepadamu salah satu perbendaharaan dari perbendaharaan-perbendaharaan surga?” Aku menjawab: “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Yaitu ucapan:

لا حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ

“Tiada perubahan keadaan dan tiada kekuatan kecuali dengan (izin) Allah.” (HR. Bukhari no. 4205 dan Muslim no. 2704)

8. Memperbanyak istighfar

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

«وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي اليَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً»

“Demi Allah, sesungguhnya aku meminta ampunan Allah dan bertaubat kepadan-Nya dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR. Bukhari no. 6307)

Inilah sebagian dzikir yang mudah dilakukan dalam setiap kesempatan dan besar pahalanya di sisi Allah Ta’ala. Semoga Allah Ta’ala memberikan kekuatan kepada kita untuk senantiasa membasahi lidah kita dengan dzikir-dzikir pilihan ini, khususnya pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq. Wallahu a’lam bish-shawab.

– See more at: http://www.arrahmah.com/rubrik/dzikir-dzikir-pilihan-raya-idul-adha-tasyriq.html#sthash.F5Pa3sjW.dpuf

Kategori
Kisah dan Hikmah Taujih Taushiah

Bercermin Diri

Sahabatku,

Dalam keseharian kehidupan ini, kita seringkali melakukan aktivitas bercermin. Tidak pernah bosan barang sekalipun padahal wajah yang kita tatap, itu-itu juga, aneh bukan?! Bahkan hampir pada setiap kesempatan yang memungkinkan, kita selalu menyempatkan diri untuk bercermin. Mengapa demikian? Sebabnya, kurang lebih karena kita ingin selalu berpenampilan baik, bahkan sempurna. Kita sangat tidak ingin berpenampilan mengecewakan, apalagi kusut dan acak-acakan tak karuan.

Hanya saja, jangan sampai terlena dan tertipu oleh topeng sendiri, sehingga kita tidak mengenal diri yang sebenarnya, terkecoh oleh penampilan luar. Oleh karena itu marilah kita jadikan saat bercermin tidak hanya topeng yang kita amat-amati, tapi yang terpenting adalah bagaimana isi dari topeng yang kita pakai ini. Yaitu diri kita sendiri.

Sahabatku,

Mulailah amati wajah kita seraya bertanya, “Apakah wajah ini yang kelak akan bercahaya bersinar indah di surga sana ataukah wajah ini yang akan hangus legam terbakar dalam bara jahannam?”

Lalu tatap mata kita, seraya bertanya, “Apakah mata ini  yang kelak dapat menatap penuh kelezatan dan kerinduan, menatap Allah yang Mahaagung, menatap keindahan surga, menatap Rasulullah, menatap para Nabi, menatap kekasih-kekasih Allah kelak? Ataukah mata ini yang akan terbeliak, melotot, menganga, terburai, meleleh ditusuk baja membara? Akankah mata terlibat maksiat ini akan menyelamatkan? Wahai mata apa gerangan yang kau tatap selama ini?”

Lalu tataplah mulut ini, “Apakah mulut ini yang di akhir hayat nanti dapat menyebut kalimat thayibah, ‘laaillaahaillallaah’, ataukah akan menjadi mulut berbusa yang akan menjulur dan di akhirat akan memakan buah zakum yang getir menghanguskan dan menghancurkan setiap usus serta menjadi peminum lahar dan nanah? Saking terlalu banyaknya dusta, ghibah, dan fitnah serta orang yang terluka dengan mulut kita ini!”

“Wahai mulut apa gerangan yang kau ucapkan? Betapa banyak dusta yang engkau ucapkan. Betapa banyak hati-hati yang remuk dengan pisau kata-katamu yang mengiris tajam? Betapa banyak kata-kata yang manis semanis madu palsu yang engkau ucapkan untuk menipu beberapa orang? Betapa jarangnya engkau jujur? Betapa jarangnya engkau menyebut nama Allah dengan tulus? Betapa jarangnya engkau syahdu memohon agar Allah mengampunimu?”

Sahabatku,

Tataplah diri kita dan tanyalah, “Hai kamu ini anak shaleh atau anak durjana? Apa saja yang telah kamu peras dari orang tuamu selama ini? Dan apa yang telah engkau berikan? Selain menyakiti, membebani, dan menyusahkannya?! Tidak tahukah engkau betapa sesungguhnya engkau adalah makhluk tiada tahu balas budi!”

“Wahai tubuh, apakah engkau yang kelak akan penuh cahaya, bersinar, bersukacita, bercengkrama di surga sana? Atau tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih di dalam lahar membara jahannam tanpa ampun dengan derita tiada akhir?”

“Wahai tubuh, berapa banyak maksiat yang engkau lakukan? Berapa banyak orang-orang yang engkau zhalimi dengan tubuhmu? Berapa banyak hamba-hamba Allah yang lemah yang engkau tindas dengan kekuatanmu? Berapa banyak perindu pertolonganmu yang engkau acuhkan tanpa peduli padahal engkau mampu? Berapa pula hak-hak yang engkau rampas?”

“Wahai tubuh, seperti apa gerangan isi hatimu? Apakah tubuhmu sebagus kata-katamu atau malah sekelam daki-daki yang melekat di tubuhmu? Apakah hatimu segagah ototmu atau selemah daun-daun yang mudah rontok? Apakah hatimu seindah penampilanmu atau malah sebusuk kotoran-kotoranmu?”

Sahabatku,

Ingatlah amal-amal kita, “Hai tubuh apakah kau ini makhluk mulia atau menjijikkan, berapa banyak aib-aib nista yang engkau sembunyikan dibalik penampilanmu ini? Apakah engkau ini dermawan atau si pelit yang menyebalkan? Berapa banyak uang yang engkau nafkahkan dan bandingkan dengan yang engkau gunakan untuk selera rendah hawa nafsumu”

“Apakah engkau ini shaleh atau shalehah seperti yang engkau tampakkan? Khusyu-kah shalatmu, zikirmu, do’amu, …ikhlaskah engkau lakukan semua itu? Jujurlah hai tubuh yang malang! Ataukah menjadi makhluk riya tukang pamer!”

Sungguh  betapa beda antara yang nampak di cermin dengan apa yang tersembunyi. Betapa aku telah tertipu oleh topeng? Betapa yang kulihat selama ini hanyalah topeng, hanyalah seonggok sampah busuk yang terbungkus topeng-topeng duniawi!

Sahabat-sahabat sekalian,

Sesunguhnya saat bercermin adalah saat yang tepat agar kita dapat mengenal dan menangisi diri ini.***

(Sumber : Jurnal MQ Vol.1/No.1/Mei 2001)

Kategori
Ramadhan

Khutbah Rasulullah SAW menyambut Bulan Ramadhan

“Wahai manusia, sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia di sisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam yg paling utama.

Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tetamu Allah dan dimuliakan oleh-Nya. Di bulan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan doa-doamu diijabah. Bermohonlah kepada Allah Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan shiyam dan membaca Kitab-Nya.

Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang agung ini. Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu, kelaparan dan kehausan di hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin. Muliakanlah orang tuamu, sayangilah yang muda, sambungkanlah tali persaudaraanmu, jaga lidahmu, tahan pandanganmu dari apa yang tidak halal kamu memandangnya dan pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarnya. Kasihilah anak-anak yatim, niscaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu.

Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah Azza wa Jalla memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih; Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya, menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya dan mengabulkan doa mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.

Wahai manusia! Sesungguhnya diri-dirimu tergadai karena amal-amalmu, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban (dosa)-mu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu.

Ketahuilah, Allah Ta’ala bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa Dia tidak akan mengadzab orang-orang yang shalat dan sujud, dan tidak akan mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri di hadapan Rabbal-alamin.

Wahai manusia, barangsiapa di antaramu memberi buka kepada orang-orang mukmin yang berpuasa di bulan ini, maka di sisi Allah nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia diberi ampunan atas dosa-dosa yang lalu.

(Seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, tidaklah kami semua mampu berbuat demikian.” Rasulullah meneruskan khotbahnya, “Jagalah dirimu dari api neraka walau pun hanya dengan sebiji kurma. Jagalah dirimu dari api neraka walau pun hanya dengan seteguk air.”)

Wahai manusia, siapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini, ia akan berhasil melewati Sirathal Mustaqim pada hari ketika kaki-kaki tergelincir. Siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya (pegawai atau pembantu) di bulan ini, Allah akan meringankan pemeriksaan-Nya di hari kiamat. Barangsiapa menahan kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barangsiapa memuliakan anak yatim di bulan ini, Allah akan memuliakanya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barangsiapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturahmi) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barangsiapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barangsiapa melakukan shalat sunat di bulan ini, Allah akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Barangsiapa melakukan shalat fardu baginya ganjaran seperti melakukan 70 shalat fardu di bulan lain.

Barangsiapa memperbanyak shalawat kepadaku di bulan ini, Allah akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan. Barangsiapa di bulan ini membaca satu ayat Al-Quran, ganjarannya sama seperti mengkhatam Al-Quran pada bulan-bulan yang lain.

Wahai manusia! Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak pernah menutupkannya bagimu. Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Rabbmu untuk tidak akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan terbelenggu, maka mintalah agar ia tak lagi pernah menguasaimu.”

(Aku –Ali bin Abi Thalib yang meriwayatkan hadits ini– berdiri dan berkata, “Ya Rasulullah, apa amal yang paling utama di bulan ini?” Jawab Nabi, “Ya Abal Hasan, amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah”.)

Kategori
Tarbiyah A'iliyah

Melacak Karakter Istri Sholihah dalam Al Qur’an

Artikel singkat ini menyajikan beberapa karakter perempuan sholihah yang diungkapkan beberapa ayat al-Quran. Pengungkapan ayat-ayat ini dikaitkan dengan upaya pembangunan keluarga yang diliputi suasana tentram, cinta kasih dan sayang atau keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah (samara) sebagaimana diungkapkan pada ayat:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:21)

Ayat-ayat yang digunakan sebagian terkait langsung dengan posisi perempuan sebagai istri. Sebagian ayat lain tidak terkait langsung dengan posisi perempuan sebagai istri, akan tetapi bila kita telusuri lebih jauh, ayat-ayat ini berkaitan secara tidak langsung dengan posisi istri, semisal pengungkapan ayat-ayat terkait kisah Ratu Bilqis pada surat an-Naml atau ayat-ayat yang menggambarkan sifat para bidadari di surga. Insya Allah ayat-ayat ini akan diungkapkan dalam kerangka mengungkapkan karakter istri sholihah.

Untuk memudahkan pengkajian, penulis mengelompokkan ayat-ayat untuk menggambarkan karakter istri sholihah dalam tiga profil, yaitu:

Profil Kekasih
Profil Ibu
Profil Sahabat

1. Profil Kekasih

1.1. Taat kepada Allah

Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Rabbnya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri-isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan. (QS. 66:5)

Menurut Muhammad Qutb, secara khusus ayat di atas merupakan pembelajaran bagi istri-istri Nabi, tentang makna kemuliaan sebagai istri di hadapan Allah swt. Akan tetapi orang beriman mendapatkan limpahan kerunia karena dapat mengambil pelajaran berharga dari pengajaran Allah ini.

Seorang perempuan sholihah itu pertama kali disifati dengan karakter ketaatannya kepada Allah swt. Mengapa kita menempatkan ketaatan kepada Allah ini sebagai karakter utama seorang kekasih? Jawabannya karena sebagai kekasih seorang itu mesti memelihara kecantikannya. Dan kecantikan hakiki seorang perempuan itu adalah pada ketaatan kepada Allah swt. Ini adalah puncak kecantikan batin, sebagaimana digambarkan Ibnul Qayyim. Dan kecantikan batin ini akan memperindah dan menyempurnakan kecantikan lahir.

Ketaatan kepada Allah diwujudkan dalam keimanan dan mewujudkan keyakinannya ini dalam amal perbuatan, taat terhadap semua aturan yang Dia tetapkan bagi perempuan muslimah, yang cepat menyadari kekeliruan dengan bertaubat, yang rajin beribadah, berpuasa dan senantiasa menjelajah kerajaanNya, ciptaanNya dan tanda-tanda keesaanNya dan kebenaran pengaturanNya di alam semesta. Inilah cakupan yang amat menyeluruh dari sifat keislaman bagi muslimah sholihah.

Diantara ketaatan praktis kepada Allah swt yang saat ini banyak ditinggalkan perempuan muslimah adalah berbusana menutup aurat (QS an Nuur:31 dan al-Ahzab:59). Ini merupakan fitnah yang amat serius, sebab Rasulullah saw pernah menegaskan,”Orang-orang perempuan yang berpakaian tetapi seperti telanjang, meliuk-liukan badannya dan rambutnya disasak, mereka tidak akan masuk surga, juga tidak akan mencium baunya surga, padahal bau surga itu dapat tercium dari jarak amat jauh.” (HR. Muslim)

1.2 Taat kepada Suami

Perempuan yang sholihah, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri 289 ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) 290 (QS. 4:34)

289: Maksudnya: tidak berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya.

290: Maksudnya: Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik.

Rasulullah saw menyampaikan,”Jika seorang istri itu telah menunaikan shalat lima waktu, shaum di bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya,dan taat kepada suaminya, maka akan dipersilakan kepadanya: masuklah ke Surga dari pintu mana yang kamu suka.” (HR Ibnu Hibban, al-Bazzar, Ahmad dan Thabrani, Albani menyatakan keshahihannya).

Pada pengajarannya yang lain, Rasulullah saw berkata,”Perempuan mana saja yang meninggalkan dunia sementara suaminya meridhainya pasti masuk Surga.” (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Sebaliknya kedurhakaan kepada suami akan mendatangkan kutukan dari Allah, para malaikat dan segenap manusia. Cukuplah pelajaran yang terdapat pada surat at-Tahrim menjadi peringatan bagi kaum muslimah.

Diantara sikap taat para istri kepada para suami adalah meminta ijin kepada suami jika hendak keluar rumah (tidak keluar rumah kecuali dengan ijin suami), tidak meminta bercerai tanpa alasan yang dibenarkan syariah, menjaga kesopanan dan kehormatan saat keluar rumah, tidak mengeraskan suara melebihi suami, tidak membantah suaminya dalam kebenaran, dan tidak menerima tamu yang dibenci suaminya ke dalam rumah, apalagi bermesraan dengan lelaki lain.

1.3. Lembut dan Pemalu

Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan dengan kemalu-maluan, ia berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami” … (QS. 28:25)

Al Quran yang merupakan kalam Allah tak pernah menyampaikan sesuatu yang sia-sia. Begitu pula dengan disampaikannya sifat malu-malu pada ayat di atas, tentulah tersimpan hikmah untuk menggambarkan kemuliaan sifat perempuan.

Malu sendiri adalah bagian dari iman. Bahkan sebuah hadits pada Kumpulan 40 Hadits an-Nawawiy mengungkapkan: “Jika kamu tidak malu, maka lakukanlah apa yang ingin kamu lakukan.” Penafsiran hadits ini paling tidak ada dua. Pertama, malu menjadi parameter apakah sebuah perbuatan layak dilakukan atau tidak. Kedua, orang yang rendah rasa malunya, akan melakukan apapun yang dia mau.

Sifat pemalu ini menunjukkan kemuliaan dan penjagaan kemuliaan dirinya. Bahkan sifat sopan dan pemalu ini dijadikan daya tarik pada bidadari, sebagaimana disebutkan pada ayat-ayat berikut:

Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya …(QS. 55:56)

Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik. Maka ni’mat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah. (QS. 55:70-72)

1.4. Pencinta

Rasulullah saw bersabda,”Dunia ini perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah perempuan yang shalihah.” (HR Muslim). Kata perhiasan terkait dengan makna keindahan. Seorang perempuan shalihah senantiasa menjaga daya tarik dirinya bagi suaminya. Isyarat tentang para bidadari menggambarkan keindahan dan keadaan penuh cinta pada mereka.

Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik. (QS. 56:22-23)

Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung 1452, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya, (QS. 56:35-37)

1452: Maksudnya mereka diciptakan tanpa melalui kelahiran dan menjadi gadis.

Rasulullah saw mengisyaratkan keadaan istri terbaik,”Istri yang paling baik adalah, bila suami memandang kepadanya memberikan kebahagiaan; Bila menyuruhnya, mentaatinya.; Bila sang suami bepergian, ia menjaga dirinya dan hartanya.” (HR An-Nasai dan dishahihkan oleh al-Iraqi).

Istri shalihah senantiasa menyenangkan hati suaminya dan menjaga suasana mesra tetap bersemi dalam keluarga. “Sesungguhnya apabila seorang suami menatap istrinya dan istrinya membalas pandangan (dengan penuh cinta kasih), maka Allah menatap mereka dengan pandangan kasih sayang. Dan jika sang suami membelai tangan istrinya, maka dosa mereka jatuh berguguran di sela-sela jari tangan mereka.” (HR Maisaroh bin Ali dari Abu Said bin al-Khudri).

Saat ini para suami dihadapkan pada godaan besar di sisi hubungan intim pria-wanita. Banyak perempuan yang secara sadar atau tidak telah menjadi penggoda kaum pria baik langsung ataupun tak langsung. Maka menjadi salah satu tanggung jawab mulia bagi para istri untuk membantu para suami mencurahkan cinta mereka pada sesuatu yang halal. Di sinilah makna larangan bagi para istri menolak ajakan para suami, seperti tercatat dalam pengarahan Rasulullah saw berikut ini:

“Bila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya lalu ia menolak sehingga suaminya semalaman marah kepadanya, maka malaikat mengutuknya hingga pagi.” (Muttafaqun alaihi)

Jadi hadits ini mesti ditempatkan dalam kerangka menjaga hubungan mesra dan cinta; Bukan menempatkan perempuan dalam posisi tertekan dan terpaksa dalam menjalankan hubungan intim suami-istri.

2. Profil Ibu**

2.1. Memiliki Visi Pendidikan untuk Mengabdi kepada Allah

Ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Rabbku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Rabbku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk”. (QS. 3:35-36)

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (QS. 46:15)

Ayat-ayat di atas mengajarkan agar para Ibu muslimah menjadikan visi terbesar pendidikan anak untuk menjadikan mereka para hamba Allah yang senantiasa berkhidmat kepada Allah swt. Kesuksesan utama orang tua dalam pendidikan anak adalah manakala mereka menjadi orang-orang yang pandai bersyukur kepada Allah.

Sikap syukur ini menyiratkan kebaikan-kebaikan mereka terhadap sesama manusia. Sebab syukur dalam makna yang luas berarti memanfaatkan segala kebaikan Allah swt untuk mentaatiNya. Artinya berbagai perbuatan kebajikan adalah perwujudan terima kasih kita kepada Allah. Dalam kerangka berpikir ini kita menemukan pentingnya pendidikan bagi anak, sebab pendidikan lah yang akan membuat seorang manusia memiliki karakter atau akhlak mulia.

Untuk itu seorang Ibu dituntut melengkapi wawasan dan pengetahuannya untuk mendidik anak-anak. Diantara pengetahuan mendasar bagi anak-anak adalah:

§ Dalam sisi keagamaan: tilawah Quran (serta pemahamannya pada hal-hal mendasar) dan sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw, keluarga dan para sahabatnya ra. Pengetahuan dasar keagamaan ini akan menjadi fondasi bagi kekokohan aqidah dan akhlak.

§ Dalam sisi pengetahuan dan keterampilan umum: komunikasi-berbahasa (termasuk sastra), logika-matematika, pengetahuan sejarah dan musik-bernyanyi.

2.2. Memiliki Keyakinan Kuat terhadap Janji Allah

Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa: “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan jangan (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. (QS. 28:7)

Dalam menghadapi berbagai tantangan jaman, seorang Ibu mesti senantiasa optimis, bahwa Allah akan menolong mereka mendidik anak-anaknya menjadi manusia berguna di masa depan. Sikap teguh Ibunda Nabi Musa sebagaimana digambarkan pada surat al-Qashash menjadi teladan utama dalam bersikap yakin akan bantuan Allah swt ini.

Ibu Musa ditakdirkan melahirkan anaknya dalam kondisi amat berat, yaitu ketika Firaun, penguasa yang amat zhalim saat itu, mengeluarkan perintah untuk membunuh anak laki-laki yang lahir dari kalangan Bani Israil, karena alasan ketakutan akan runtuhnya kerajaannya. Akan Allah swt memerikan keteguhan kepada Ibu Musa dan dengan dibantu oleh kakak perempuan Musa, Ibu Musa berhasil melalui masa-masa sulit tersebut untuk melindungi dan memelihara Musa.

Kisah di atas menjadi pelajaran berharga bagi para ibu muslimah. Saat ini tantangan yang dihadapi dalam mendidik anak-anak amat besar. Kita dihadapkan pada berbagai tantangan dalam mendidik anak-anak, mulai dari seleksi pendidikan yang berkualitas, tantangan finansial, tantangan lingkungan hingga tantangan pada diri kita sendiri. Untuk tantangan lingkungan, kita menyaksikan banyaknya “polusi” berita dan informasi tentang kekerasan atau tindakan a-susila baik dalam bentuk tulisan ataupun tayangan-tayangan audio visual.

Dalam kondisi ini peran para Ibu amatlah besar untuk menjaga anak-anak agar tumbuh pada fitrah kesuciannya. Modal paling besar bagi para Ibu adalah kedekatan dengan Allah swt, memahami pengarahan (taujih) dan pengajaran dari Allah swt melalui al-Quran dan sunnah NabiNya. Untuk itu para Ibu hendaknya senantiasa mengadakan pengkajian yang mendalam terhadap dua sumber utama ajaran Islam ini

Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui. (QS. 33:34)

2.3. Penuh Suka Cita dalam Mendidik

Dan berkatalah istri Fir’aun: “(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfa’at kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak”, sedangkan mereka tiada menyadari. (QS. 28:9)

Sikap kasih sayang kepada anak-anak adalah fitrah yang Allah berikan kepada para Ibu untuk mendidik anak-anak mereka. Selama fitrah ini terjaga baik, seorang Ibu akan menjadikan perhatian pada anak sebagai perhatian terbesar dalam hidupnya. Kisah jatuh cintanya Asiyah istri Firaun kepada bayi Musa diabadikan al Quran untuk menggambarkan fitrah ini. Padahal Musa bukanlah anak kandungnya sendiri. Hendaknya sikap kasih sayang ini terus menyertai proses pendidikan anak.

Satu tantangan yang dihadapi para Ibu masa kini adalah tarikan untuk berkarir dan mencari penghasilan yang besar. Tarikan ini terjadi karena struktur sosial-ekonomi-masyarakat yang “memaksa” sebagian ibu-ibu untuk bekerja mencari nafkah. Padahal di dalam ajaran Islam, kewajiban mencari nafkah ini ada pada pundak para bapak. Motivasi lain adalah karena adanya kelemahan pola hubungan suami-istri. Sebagian istri merasa khawatir dirinya direndahkan oleh suami apabila tidak memiliki penghasilan sendiri. Tentu saja kondisi ini pun tidak seharusnya terjadi dalam keluarga muslim, sebab ajaran Islam telah memerintahkan para suami untuk bersikap kasih sayang dan adil dalam memimpin rumah tangga. Yang patut diwaspadai adalah ketika kaum perempuan justru sangat menikmati karirnya, sehingga meletakkan masalah pendidikan dan kasih sayang kepada anak pada prioritas ke sekian dibandingkan karirnya. Bahkan misalnya pada sebagian kalangan perempuan ada pandangan bahwa memiliki anak itu akan mengganggu karir mereka.

3. Profil Sahabat (Mitra)

3.1. Pencari Kebenaran

Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat 1462. (QS. 58:1)

1462: Sebab turunnya ayat ini adalah berhubungan dengan persoalan seorang wanita yang bernama Khaulah binti Tsa’labah yang telah didzihar oleh suaminya Aus bin Shamit, yaitu dengan mengatakan kepada isterinya: “Kamu bagiku sudah seperti punggung ibuku”, dengan maksud dia tidak boleh lagi menggauli isterinya, sebagaimana ia tidak boleh menggauli ibunya. Menurut adat Jahiliyah kalimat seperti itu sudah sama dengan menthalak isteri. Maka Khaulah mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw menjawab bahwa dalam hal ini belum ada keputusan dari Allah. Dan pada riwayat yang lain, Rasulullah saw mengatakan: “Engkau telah diharamkan bersetubuh dengan dia”. Lalu Khaulah berkata: “Suamiku belum menyebut kata-kata thalak”. Kemudian Khaulah berulang-ulang mendesak Rasulullah saw agar menetapkan suatu keputusan dalam hal ini, sehingga kemudian turunlah ayat ini dan ayat-ayat berikutnya.

Seorang muslimah hendaklah terus bersemangat mencari dan menegakkan kebenaran sebagaimana ditunjukkan pada contoh sahabiyah Khaulah binti Tsalabah ini. Dengan demikian ia akan menjadi partner diskusi yang handal bagi suaminya.

3.2. Memiliki Kriteria Tepat tentang Pendamping Hidup

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. (QS. 28:26)

Menilik ayat di atas, sepertinya karakter ini berlaku bagi mereka yang belum menikah. Ayat di atas mengungkapkan kalimat putri seorang yang sholih di negeri Madyan, negeri tempat Musa muda melarikan diri dari kejaran Firaun. Sebagian penafsir mengatakan orang sholih ini adalah Nabi Syu’aib as. Begitulah gambaran seorang gadis yang cerdas dan sholihah menginterpretasikan sifat baik seorang pemuda. Ia tempatkan gejolak curahan hatinya mencari pasangan hidup, sekaligus melindungi posisinya dari kemestiannya bekerja dengan saudara perempuannya, karena sang ayah telah lanjut usia. Sang ayah pun memahami rahasia yang disembunyikan anak gadisnya. Setelah berbincang dengan Musa, ia menawari Musa untuk bekerja di tempatnya, dan ia berjanji akan menikahkan Musa dengan putrinya (kisah ini ada pada rangkaian ayat di atas, sebelum dan sesudahnya)

Akan tetapi bagi para muslimah yang telah menikah pun kisah di atas mengungkap pelajaran berharga. Perhatikanlah, perempuan sholihah meletakkan parameter lahir dan batin secara seimbang dalam berinteraksi dengan pasangan hidupnya. Maka semestinya apresiasi seorang istri kepada pasangannya pun selalu seimbang diantara sisi fisik dan psikis. Dalam kehidupan berumah tangga ini dapat diterjemahkan dalam bentuk perhatian pada pola makanan, pola istirahat, olah raga dan juga pada pola pendidikan serta pola ibadah ritual yang senantiasa mewarnai kehidupan suami-istri. Semakin panjang usia pernikahan, semakin terasa kebutuhan untuk saling mengingatkan dalam menjaga kondisi prima fisik dan psikis.

3.3. Kesetaraan di Hadapan Allah

Dikatakan kepadanya: “Masuklah ke dalam istana”. Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman: “Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca”. Berkatalah Balqis: “Ya Rabbku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Rabb semesta alam”. (QS. 27:44)

Ketika Ratu Balqis telah menyaksikan kerajaan besar yang Allah karuniakan kepada Nabi Sulaiman as dan mengetahui siapakah yang benar-benar harus disembah di muka bumi ini, sadarlah ia bahwa ternyata perbuatannya dan kaumnya (di antaranya menyembah matahari) adalah perbuatan yang zhalim. Akan tetapi perhatikanlah, Ratu Bilqis tidak pernah menyatakan ketundukan kepada Sulaiman. Yang ia ucapkan adalah bahwa ia bersama Sulaiman tunduk patuh, berserah diri kepada Allah swt.

Dari ayat ini kita mendapatkan taujih Rabbani (pengarahan Ilahi), bahwa kedudukan kaum perempuan dan kaum lelaki di hadapan Allah swt itu sama, yaitu sebagai hamba. Islam telah memuliakan kedudukan kaum perempuan. Untuk itu kaum muslimah hendaknya senantiasa menjaga kemuliaan ini dan bahu-membahu bersama para suami mereka dalam menegakkan kebenaran.

3.4. Berkontribusi Aktif dalam Kerja Sosial dan Da’wah

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min 1219, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. 33:35)

1219: Yang dimaksud dengan “orang muslim” di sini ialah orang-orang yang mengikuti perintah dan larangan pada lahirnya, sedang yang dimaksud “orang yang mu’min” di sini ialah orang yang membenarkan apa yang harus dibenarkan dengan hatinya.

Maka Rabb mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain 259. (QS. 3:195)

Sebab turunnya dua ayat di atas terkait langsung dengan kehidupan para muslimah di masa kehidupan Nabi Muhammad saw. Ayat pada surat al Ahzab turun karena adanya ucapan Ummu ‘Imarah al-Anshari kepada Rasulullah saw,”Kami menyaksikan segala sesuatu (terkait ajaran Islam) hanya bagi lelaki dan kami tidak melihat kaum perempuan disebut-sebut.” (diriwayatkan at-Tirmidzi melalui Ikrimah). Atau melalui Ibnu ‘Abbas diriwayatkan bahwa para muslimah berkata kepada Nabi saw,”Ya Rasulullah, mengapa hanya disebutkan kaum beriman lelaki dan tidak disebutkan kaum beriman perempuan?” (diriwayatkan ath-Thabrani). Sedangkan pada riwayat lain dikabarkan bahwa para muslimah menanyakan mengapa hanya para istri Nabi yang disebutkan. Mereka berkata,”Kalaulah pada kami ada kebaikan, tentu kami disebutkan.” Maka Allah swt menurunkan ayat di atas. (diriwayatkan Ibnu Sa’ad dari Qatadah)

Adapun untuk ayat pada akhir surat Ali ‘Imran, diriwayatkan bahwa Ummu Salamah berkata,”Ya Rasulullah, aku tidak mendengar Allah menyebutkan kaum perempuan dalam peristiwa Hijrah sedikitpun.” Maka Allah swt menurunkan ayat tersebut. (diriwayatkan oleh Abdur Razaq, Said bin Manshur, at-Tirmidzi, al-Hakim, dan Ibnu Abi Hatim).

Setelah kita ketahui konteks sosial sebab turunnya, ayat-ayat di atas semakin meneguhkan adanya peran sosial dan da’wah yang penting dari kaum perempuan sejak masa pertama turunnya ajaran Islam. Ini berlaku bagi semua perempuan. Mereka tidak kalah dengan kaum lelaki dalam melakukan seluruh aktifitas kehidupan, mulai yang sifatnya ibadah ritual hingga aktifitas sosial dalam rangka memperbaiki kondisi masyarakat.

WaLlaahu a’lamu bish shawwab.

Beberapa Buku Bacaan

Aisyah Abdurahman, Istri-istri Nabi saw., Pustaka Mantiq, 1988
Abu Mohd Rosyid Ridho, Wanita Sholihah: Ciri-ciri dan Fungsinya, Hikmah, Medan, 1985
Ibnu Ahmad Dahri, Peran Ganda Wanita Modern, Pustaka al-Kautsar, 1991
Ibnul Qayyim, Taman Orang-orang yang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu.
Ibrahim bin Shalih al-Mahmud, Kiat Hidup Bahagia dengan Suami Anda, Firdaus, 1992
Khairiyah Husain Thaha, Konsep Ibu Teladan: Kajian Pendidikan Islam, Risalah Gusti, 1992
Muhammad Qutb, Figur Wanita Sorga dan Neraka, Penerbit Amarpress, 1987
As-Suyuthi, Asbabun Nuzul.