Kategori
Taushiah

Dzikir-dzikir pilihan di hari raya Idul Adha dan Tasyriq

Hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq adalah hari-hari yang sangat mulia di dalam Islam. Ia adalah syiar Islam yang dirayakan dengan ibadah haji dan penyembelihan hewan kurban. Ia adalah waktu kaum muslimin mengungkapkan kegembiraan dan rasa syukur mereka kepada Allah Ta’ala.

Sesungguhnya pada hari-hari “biasa” umat Islam telah mendapat perintah untuk memperbanyak dzikir, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42)

“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (sebutlah nama Allah) dengan dzikir yang banyak dan sucikanlah Allah di waktu pagi dan petang!” (QS. Al-Ahzab [33]: 41-42)

Adapun di hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyriq, perintah untuk memperbanyak dzikir tersebut lebih kuat lagi berdasar ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits yang secara khusus umat Islam menganjurkan hal itu. Allah Ta’ala berfirman:

(لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأَنْعَامِ)

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS. Al-Hajj [22]: 28)

Hari-hari yang telah ditentukan menurut penafsiran Ibnu Abbas, Asy-Syafi’i dan mayoritas ulama adalah hari raya penyembelihan (Idul Adha) dan tiga hari setelahnya.

Allah Ta’ala juga berfirman:

(وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكاً لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ)

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (hewan kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka.” (QS. Al-Hajj [22]: 34)

Perintah memperbanyak dzikir dalam kedua ayat tersebut dikuatkan oleh hadits shahih:

عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلَّهِ»

Dari Nubaisyah al-Hudzali radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Hari-hari tasyriq adalah waktu untuk makan, minum dan mengingat Allah (berdzikir).” (HR. Muslim no. 1141 dan Ahmad no. 20722)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ طُعْمٍ، وَذِكْرِ اللهِ “

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Hari-hari tasyriq adalah waktu untuk makan dan mengingat Allah (berdzikir).” (HR. Ahmad no. 7134, Abu Ya’la no. 6023, dan Ibnu Hibban no. 3602. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Hadits shahih lighairih)

Berikut ini dzikir-dzikir utama yang layak untuk diamalkan oleh kaum muslimin selama empat hari penyembelihan hewan kurban.

1. Memperbanyak bacaan Al-Qur’an

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

«مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ»

“Barangsiapa membaca satu huruf dalam Al-Qur’an, niscaya baginya satu pahala kebajikan dan setiap pahala kebajikan dilipat gandakan sepuluh kali. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf. Akan tetapi aku mengatakan aliif adalah satu huruf, laam adalah satu huruf dan miim adalah satu huruf.” (HR. Tirmidzi no. 2910)

2. Memperbanyak tasbih, tahmid, takbir dan tahlil

Dari Samurah bin Jundab radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Perkataan yang paling dicintai oleh Allah ada empat:

سُبْحانَ اللَّهِ، والحمد لله، ولا إله إلا الله، وَاللَّهُ أَكْبَرُ،

“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Ilah Yang berhak disembah selain Allah dan Allah Maha Besar”

Tidak mengapa dengan kalimat mana engkau memulai pembacaannya.” (HR. Muslim no. 2137)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Aku mengucapkan:

سُبْحانَ اللَّهِ، والحمد لله، ولا إله إلا الله، وَاللَّهُ أَكْبَرُ،

“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Ilah Yang berhak disembah selain Allah dan Allah Maha Besar”

adalah lebih aku sukai daripada apa yang disinari oleh terbitnya matahari (dunia dan seisinya).” (HR. Muslim no. 2695)

3. Memperbanyak tahmid

Dari Abu Malik al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيمَانِ، والحَمْدُ لِلِّهِ تَمْلأُ المِيزَانَ، وَسُبْحانَ اللَّه والحَمْدُ لِلِّهِ تَمْلآنِ، أَوْ تَمْلأُ مَا بَيْنَ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ

“Bersuci adalah setengah dari iman [yaitu shalat], ucapan al-hamdu lillah itu memenuhi timbangan amal dan ucapan subhanallah wal hamdu lillah itu memenuhi ruang yang ada di antara langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 223)

4. Memperbanyak takbir

Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahih Al-Bukhari:

وَكَانَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، «يُكَبِّرُ فِي قُبَّتِهِ بِمِنًى فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ المَسْجِدِ، فَيُكَبِّرُونَ وَيُكَبِّرُ أَهْلُ الأَسْوَاقِ حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيرًا»

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ «يُكَبِّرُ بِمِنًى تِلْكَ الأَيَّامَ، وَخَلْفَ الصَّلَوَاتِ وَعَلَى فِرَاشِهِ وَفِي فُسْطَاطِهِ وَمَجْلِسِهِ، وَمَمْشَاهُ تِلْكَ الأَيَّامَ جَمِيعًا»

وَكَانَتْ مَيْمُونَةُ: «تُكَبِّرُ يَوْمَ النَّحْرِ» وَكُنَّ «النِّسَاءُ يُكَبِّرْنَ خَلْفَ أَبَانَ بْنِ عُثْمَانَ، وَعُمَرَ بْنِ عَبْدِ العَزِيزِ لَيَالِيَ التَّشْرِيقِ مَعَ الرِّجَالِ فِي المَسْجِدِ»

“Adalah Umar radhiyallahu ‘anhu mengumandangkan takbir di dalam kemahnya di Mina, sehingga orang-orang di dalam masjid mendengarnya, maka mereka pun ikut mengumandangkan takbir dan orang-orang di pasar ikut mengumandangkan takbir, sampai wilayah Mina bergemuruh oleh suara takbir.”

“Adalah Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma pada hari-hari tersebut mengumandangkan takbir di Mina. Ia juga mengumandangkan takbir seusai shalat, saat berbaring di atas kasurnya, di dalam tendanya, saat duduk dan saat berjalan pada seluruh hari tersebut.”

“Adalah Maimunah radhiyallahu ‘anha mengumandangkan takbir pada hari raya penyembelihan kurban.”

“Adalah kaum wanita ikut mengumandangkan takbir  di belakang Abban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz pada malam-malam tasyriq bersama kaum laki-laki di dalam masjid.”  (HR. Bukhari: Kitab al-Iedain, bab fadhl amal ayyam at-tasyriq)

5. Memperbanyak tasbih

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Ada dua kata yang ringan diucapkan oleh lisan, namun berat di dalam timbangan amal, dan dicintai oleh Allah, yaitu:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ العَظيمِ

“Maha Suci Allah dan pujian bagi-Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Agung.” (HR. Bukhari no. 6406 dan Muslim no. 2694)

Dari Abu Dzar al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda kepadaku: “Maukah engkau apabila aku beritahukan kepadamu perkataan yang paling dicintai oleh Allah? Perkataan yang paling dicintai oleh Allah adalah:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ

“Maha Suci Allah dan pujian bagi-Nya.” (HR. Muslim no. 2731)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa membaca:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ

“Maha Suci Allah dan pujian bagi-Nya.”

dalam sehari sebanyak 100 kali, niscaya kesalahan-kesalahannya akan dihapuskan meskipun sebanyak buih di lautan.” (HR. Bukhari no. 6403 dan Muslim no. 2691)

6. Memperbanyak tahlil

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Dzikir yang paling utama adalah:

لا إلهَ إلاّ اللَّهُ

“Tiada Ilah Yang berhak disembah selain Allah.” (HR. Tirmidzi no. 3383 dan Ibnu Majah no. 3800)

Dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa membaca dzikir berikut ini sepuluh kali:

لا إله إلا الله وحده لا شَريكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ على كُلّ شئ قَدِيرٌ

“Tiada Ilah Yang berhak disembah selain Allah. Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya seluruh kerajaan dan bagi-Nya seluruh pujian dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu”

Niscaya ia seperti orang yang memerdekakan empat orang budak dari kalangan anak nabi Ismail. (HR. Bukhari no. 6404 dan Muslim no. 2693)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa membaca dzikir berikut ini:

لا إله إلا الله وحده لا شَريكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ على كُلّ شئ قَدِيرٌ

“Tiada Ilah Yang berhak disembah selain Allah. Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya seluruh kerajaan dan bagi-Nya seluruh pujian dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu”

dalam sehari sebanyak 100 kali, niscaya ia seperti orang yang memerdekakan sepuluh orang budak, dicatat untuknya 100 kebaikan, dihapus atasnya 100 kesalahan, ia akan mendapatkan perlindungan dari setan seluruh hari tersebut sampai malam dan tidak ada seorang pun yang melakukan amalan yang lebih utama dari dirinya kecuali orang yang beramal [dengan amalan yang sama] yang lebih banyak darinya.” (HR. Bukhari no. 6403 dan Muslim no. 2691)

7. Memperbanyak hauqalah

Dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Maukah aku tunjukkan kepadamu salah satu perbendaharaan dari perbendaharaan-perbendaharaan surga?” Aku menjawab: “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Yaitu ucapan:

لا حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ

“Tiada perubahan keadaan dan tiada kekuatan kecuali dengan (izin) Allah.” (HR. Bukhari no. 4205 dan Muslim no. 2704)

8. Memperbanyak istighfar

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

«وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي اليَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً»

“Demi Allah, sesungguhnya aku meminta ampunan Allah dan bertaubat kepadan-Nya dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR. Bukhari no. 6307)

Inilah sebagian dzikir yang mudah dilakukan dalam setiap kesempatan dan besar pahalanya di sisi Allah Ta’ala. Semoga Allah Ta’ala memberikan kekuatan kepada kita untuk senantiasa membasahi lidah kita dengan dzikir-dzikir pilihan ini, khususnya pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq. Wallahu a’lam bish-shawab.

– See more at: http://www.arrahmah.com/rubrik/dzikir-dzikir-pilihan-raya-idul-adha-tasyriq.html#sthash.F5Pa3sjW.dpuf

Kategori
Kisah dan Hikmah Taujih Taushiah

Bercermin Diri

Sahabatku,

Dalam keseharian kehidupan ini, kita seringkali melakukan aktivitas bercermin. Tidak pernah bosan barang sekalipun padahal wajah yang kita tatap, itu-itu juga, aneh bukan?! Bahkan hampir pada setiap kesempatan yang memungkinkan, kita selalu menyempatkan diri untuk bercermin. Mengapa demikian? Sebabnya, kurang lebih karena kita ingin selalu berpenampilan baik, bahkan sempurna. Kita sangat tidak ingin berpenampilan mengecewakan, apalagi kusut dan acak-acakan tak karuan.

Hanya saja, jangan sampai terlena dan tertipu oleh topeng sendiri, sehingga kita tidak mengenal diri yang sebenarnya, terkecoh oleh penampilan luar. Oleh karena itu marilah kita jadikan saat bercermin tidak hanya topeng yang kita amat-amati, tapi yang terpenting adalah bagaimana isi dari topeng yang kita pakai ini. Yaitu diri kita sendiri.

Sahabatku,

Mulailah amati wajah kita seraya bertanya, “Apakah wajah ini yang kelak akan bercahaya bersinar indah di surga sana ataukah wajah ini yang akan hangus legam terbakar dalam bara jahannam?”

Lalu tatap mata kita, seraya bertanya, “Apakah mata ini  yang kelak dapat menatap penuh kelezatan dan kerinduan, menatap Allah yang Mahaagung, menatap keindahan surga, menatap Rasulullah, menatap para Nabi, menatap kekasih-kekasih Allah kelak? Ataukah mata ini yang akan terbeliak, melotot, menganga, terburai, meleleh ditusuk baja membara? Akankah mata terlibat maksiat ini akan menyelamatkan? Wahai mata apa gerangan yang kau tatap selama ini?”

Lalu tataplah mulut ini, “Apakah mulut ini yang di akhir hayat nanti dapat menyebut kalimat thayibah, ‘laaillaahaillallaah’, ataukah akan menjadi mulut berbusa yang akan menjulur dan di akhirat akan memakan buah zakum yang getir menghanguskan dan menghancurkan setiap usus serta menjadi peminum lahar dan nanah? Saking terlalu banyaknya dusta, ghibah, dan fitnah serta orang yang terluka dengan mulut kita ini!”

“Wahai mulut apa gerangan yang kau ucapkan? Betapa banyak dusta yang engkau ucapkan. Betapa banyak hati-hati yang remuk dengan pisau kata-katamu yang mengiris tajam? Betapa banyak kata-kata yang manis semanis madu palsu yang engkau ucapkan untuk menipu beberapa orang? Betapa jarangnya engkau jujur? Betapa jarangnya engkau menyebut nama Allah dengan tulus? Betapa jarangnya engkau syahdu memohon agar Allah mengampunimu?”

Sahabatku,

Tataplah diri kita dan tanyalah, “Hai kamu ini anak shaleh atau anak durjana? Apa saja yang telah kamu peras dari orang tuamu selama ini? Dan apa yang telah engkau berikan? Selain menyakiti, membebani, dan menyusahkannya?! Tidak tahukah engkau betapa sesungguhnya engkau adalah makhluk tiada tahu balas budi!”

“Wahai tubuh, apakah engkau yang kelak akan penuh cahaya, bersinar, bersukacita, bercengkrama di surga sana? Atau tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih di dalam lahar membara jahannam tanpa ampun dengan derita tiada akhir?”

“Wahai tubuh, berapa banyak maksiat yang engkau lakukan? Berapa banyak orang-orang yang engkau zhalimi dengan tubuhmu? Berapa banyak hamba-hamba Allah yang lemah yang engkau tindas dengan kekuatanmu? Berapa banyak perindu pertolonganmu yang engkau acuhkan tanpa peduli padahal engkau mampu? Berapa pula hak-hak yang engkau rampas?”

“Wahai tubuh, seperti apa gerangan isi hatimu? Apakah tubuhmu sebagus kata-katamu atau malah sekelam daki-daki yang melekat di tubuhmu? Apakah hatimu segagah ototmu atau selemah daun-daun yang mudah rontok? Apakah hatimu seindah penampilanmu atau malah sebusuk kotoran-kotoranmu?”

Sahabatku,

Ingatlah amal-amal kita, “Hai tubuh apakah kau ini makhluk mulia atau menjijikkan, berapa banyak aib-aib nista yang engkau sembunyikan dibalik penampilanmu ini? Apakah engkau ini dermawan atau si pelit yang menyebalkan? Berapa banyak uang yang engkau nafkahkan dan bandingkan dengan yang engkau gunakan untuk selera rendah hawa nafsumu”

“Apakah engkau ini shaleh atau shalehah seperti yang engkau tampakkan? Khusyu-kah shalatmu, zikirmu, do’amu, …ikhlaskah engkau lakukan semua itu? Jujurlah hai tubuh yang malang! Ataukah menjadi makhluk riya tukang pamer!”

Sungguh  betapa beda antara yang nampak di cermin dengan apa yang tersembunyi. Betapa aku telah tertipu oleh topeng? Betapa yang kulihat selama ini hanyalah topeng, hanyalah seonggok sampah busuk yang terbungkus topeng-topeng duniawi!

Sahabat-sahabat sekalian,

Sesunguhnya saat bercermin adalah saat yang tepat agar kita dapat mengenal dan menangisi diri ini.***

(Sumber : Jurnal MQ Vol.1/No.1/Mei 2001)

Kategori
Taushiah

Keluarga Pahlawan

 

Oleh: M. Anis Matta, Lc.

Perenungan yang mendalam terhadap sejarah akan mempertemukan kita dengan satu kenyataan besar; bahwa sejarah sesungguhnya merupakan industri para pahlawan. Pada skala peradaban, kita menemukan, bahwa setiap bangsa mempunyai giliran merebut piala kepahlawanan. Di dalam komunitas besar sebuah bangsa, kita juga menemukan bahwa suku-suku tertentu saling bergiliran merebut piala kepahlawanan. Dan dalam komunitas suku-suku itu, kita menemukan, bahwa keluarga-keluarga atau klan-klan tertentu saling bergiliran merebut piala kepahlawanan itu.

Bangsa Arab, misalnya, pemah merebut piala peradaban. Tapi dari sekian banyak suku-suku bangsa Arab, suku Quraisy adalah salah satu yang pemah merebut piala itu. Dan dari perut suku Quraisy, keluarga Bani Hasyim, darimana Rasulullah SAW berasal, adalah salah satu klan yang pemah merebut piala itu.

Pada saat sebuah Marga atau klan melahirkan pahlawan-pahlawan bagi suku atau bangsanya, biasanya dalam keluarga itu berkembang nilai-nilai kepahlawan yang luhur, yang diserap secara natural oleh setiap anggota keluarga begitu ia mulai menghisap udara kehidupan. Kepahlawanan dalam klan para pahlawan biasanya terwariskan melalui faktor genetik, dan juga pewarisan atau sosialisasi nilai-nilai kepahlawanan itu. Apabila seorang pahlawan besar muncul dari sebuah keluarga, biasanya pahlawan itu secara genetis mengumpulkan semua kebaikan yang berserakan pada individu-individu yang ada dalam keluarganya.

Khalid Bin Walid, misalnya, muncul dari sebuah klan besar yang bemama Bani Makhzum. Beberapa saudaranya bahkan lebih dulu masuk Islam dan cukup berjasa bagi Islam. Tapi kebaikan-kebaikan yang berserakan pada saudara-saudaranya justru berkumpul dalam dirinya. Maka jadilah iayang terbesar. Umar Bin Khattab juga berasal dari klan yang sama dengan Khalid Bin Walid. Umar juga mengumpulkan kebaikan-kebaikan yang berserakan di tengah individu-individu keluarganya. Maka jadilah ia yang terbesar.

Tetapi diantara Khalid dan Umar terdapat kesamaan-kesamaan yang menonjol. Keduanya memiliki kesamaan pada bangunan fisik yang tinggi dan besar, serta wajah yang sangat mirip. Lebih dari itu kedua pahlawan mukmin sejati itu juga memiliki bangunan katakteryang sama, yaitu keprajuritan. Mereka berdua sama-sama berkarakter sebagai prajurit militer,

Pahlawan-pahlawan musyrikin Quraisy yang berasal dari klan Bani Makhzum juga memiliki kemiripan dengan Umardan Khalid. Misalnya, Abu jahal. Bahkan putera Abu Jahalyang bemama Ikrimah bin Abi Jahal, sempatmemimpin pasukan musyrikin Quraisy dalam beberapa peperangan melawan kaum muslimin, sebelum akhimya memeluk Islam. Kenyataan yang sama seperti ini juga terjadi pada keluarga-keluarga ilmuwan atau ulama, pemimpin politik atau sosial, keluarga pengusaha, dan seterusnya. Keluarga adalah muara tempat calon-calon pahlawan menemukan ruang pertumbuhannya.

Walaupun tetap menyisakan perbedaan pada kecenderungannya, Abbas Mahmud AI-Aqqad, yang menulis biografi kedua pahlawan jenius itu, mengatakan bahwa keprajuritan pada Umar bersifat pembelaan, tapi pada Khalid bersifat agresif. Agaknya ini pula yang menjelaskan, mengapa Khalid lebih tepat memimpin pasukan ekspansi, dan Umar lebih cocok memimpin negara. Pada kedua fungsi itu kecenderungan pada garis karakter keduanya terserap secara penuh, maka mereka masing-masing mencapai puncak.

sumber : btm3.wordpress.com

Kategori
Taushiah

Akibat Mengabaikan Amal Sunnah Yaumiyah (bag. ke-1)

Jika kita melihat pada perjalanan hidup para sahabat ra, maka akan kita lihat bagaimana mereka senantiasa menjaga terhadap hal-hal yang sunnah, bahkan berhati-hati terhadap hal yang mubah, karena cinta mereka yang begitu tinggi kepada Allah SWT dan karena takut terjerumus pada hal-hal yang dimurkai Allah.

Kita membaca seorang sahabat yang mulia Abu Salamah ra, yang memiliki kebiasaan setiap pulang dari majlis Rasulullah SAW di malam hari, senantiasa membangunkan istrinya untuk bersegera menceritakan oleh-oleh berupa cahaya wahyu al-Qur’an yang baru didapatnya. Kita juga melihat bagaimana shahabat Umar ra menginfakkan
kebunnya yang disayanginya di Madinah hanya karena tertinggal takbiratul-ihram dalam shalat berjama’ah, dll.

Sebab-Sebab Terjadinya Pengabaian

1. Terkotori oleh kemaksiatan

  • Kemaksiatan berapapun kecilnya adalah berbahaya, bukankah Nabi SAW bersabda: “Apabila seorang hamba berbuat dosa, maka diberikan noda hitam dalam hatinya.” Maka janganlah melihat kecilnya sebuah maksiat, tapi lihat kepada siapa maksiat itu diarahkan?!
  • Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa makna hajrul-qur’an (meninggalkan al-Qur’an) dalam surat al-Furqan bukan hanya berarti tidak membaca, melainkan juga tidak mau menghafal & mengamalkan al-Qur’an. Maka saat ditimpa musibah berat, jangan sedih, mungkin sedemikian banyaklah dosa
    kita.
  • Tapi kita tak perlu putus asa, karena jika bertaubat insya Allah akan dihapus dosa tersebut oleh Allah SWT, sebagaimana kata para ulama : La Kaba’ir ma’al Istighfar, wala Shagha’ir ma’al Istimrar.

2. Berlebih-lebihan dalam hal yang mubah

  • Memang mubah adalah boleh, tapi jika berlebihan maka dapat merusak amal, minimal menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga.
  • Dalam Kitab at-Tauhid, Imam Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa pintu masuk syetan yang terakhir adalah pintu ini, setelah pintu murtad, pintu syirik, pintu bid’ah, pintu kufur, pintu maksiat dan pintu makruh.

3. Tidak sadar akan nilai nikmat Allah

  • Dalam Al Qur’an surat Ibrahim ayat 34 [1] disebutkan tentang demikian banyaknya limpahan nikmat-Nya pada diri kita. Juga surat QS al-Kautsar [2]. Maka nikmat RABB-mu yang mana lagi yang akan kamu dustakan (dengan tidak bersyukur/beribadah)?
  • Sampai-sampai kita masuk jannah-pun karena nikmat-Nya dan bukan karena amal kita (HR Bukhari Muslim).

4. Lalai terhadap kebutuhan kita terhadap amal-amal tersebut.

  • Di antara manfaat istighfar adalah menambah kekuatan fisik, rizki, dsb [3].
  • Jika ingin diingat-Nya maka kita dulu harus ingat pada-Nya (Fadzkuruni adzkurkum…).
  • Fenomena yang ada di antaranya ialah banyak menyia-nyiakan waktu, menunda-nunda atau bahkan sampai tak tahu apa yang akan dikerjakan lagi.

5. Lemahnya pemahaman yang benar tentang hakikat pahala yang berlipatganda.

  • Di antara amal yang paling dicintai Allah adalah yang kontinyu walau sedikit.
  • Nabi SAW, jika ada waktu istirahat maka istirahat beliau SAW adalah melakukan shalat (Arihna ya Bilal bish Shalat…).

6. Melupakan kematian & apa yang menanti setelahnya.

  • Allah mengingatkan kita untuk senantiasa mempersiapkan bekal untuk setelah mati [4].
  • Kata Ali ra: “Shalatlah kalian seperti shalatnya seorang yang akan meninggalkan dunia.”
  • Pesan Abubakar pada Aisyah ra: “… dan jika aku sudah meninggal, maka kafanilah aku dengan kain yang paling murah, karena ia hanya akan menjadi wadah nanah & darah…”

7. Mengira amalnya sudah cukup

  • Dicela oleh Allah SWT.
  • Nabi SAW saat turun surat Hud, Waqi’ah, An Naba’ & Takwir sampai beruban rambutnya.

8. Terlalu banyak tugas & pekerjaan

  • Maka harus tawazun, ingat kisah Salman & Abu Dzar ra.
  • Nabi SAW membagi waktunya dalam 3 bagian: 1/3 untuk Rabb-nya, 1/3 untuk keluarganya & 1/3 untuk ummatnya.

9. Ditunda-tunda & dinanti-nanti

  • Sabda nabi SAW: “Persiapkanlah yang 5 sebelum datang yang 5: Masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu dan masa hidupmu sebelum masa matimu.”
  • Orang yang kuat menurut Umar ra adalah orang bersegera dalam setiap amal.

10. Menyaksikan sebagian panutan dalam kondisi pengabaian

  • Imam Ghazali menyebutkan bahwa salah satu dosa kecil yang bisa menjadi dosa besar adalah dosa kecil yang dilakukan oleh ulama, karena dapat mengakibatkan ditiru orang lain.
  • Oleh karenanya maka Nabi SAW demikian menekankan disiplin pada keluarganya (Fathimah ra, Ali ra, Hasan & Husein ra) sebelum orang lain.

(Bersambung insya ALLAH..)

Maraji’:

– Kitab Afaatun ‘ala Thariiq ad Dakwah, DR. Muh. Nuh
– Al-Mustakhlash fi Tazkiyyatil Anfus, Syaikh Sa’id Hawwa
– Tadzkiratud Du’at, Syaikh Bahi al-Khauly rahimahumuLLAH.

Catatan Kaki:

[1] “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni’mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni’mat Allah).” (QS. Ibrahim [14]: 34)

[2] “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (QS. Al Kautsar [108]: 1-3)

[3] “…maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun (istighfar) kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh [71]: 10-12)

[4] “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr [59]: 18)

____sumber : al-ikhwan.net